Amerika Terlempar Dari 5 Investor Besar, Singapura Ranking 1

0
Amerika Terlempar Dari 5 Investor Besar
Ilustasi Dana Investasi

Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) telah mencatat realisasi investasi sepanjang tahun 2014 dengan nilai mencapai Rp 463,1 triliun. Angka itu telah meningkat sebesar 16,2% dibandingkan tahun sebelumnya yaitu Rp 398,6 triliun.

Kepala BKPM Franky Sibarani mengungkapkan Kami senang angka realisasi telah meningkat dari target semula adalah Rp 456,6 triliun.

Realisasi investasi dengan nilai yang sebesar Rp 463, 1 triliun tersebut berasal dari Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) dengan nilai Rp 156,1 trilun dan juga Penanaman Modal Asing (PMA) dengan nilai Rp 307 triliun.

Franky telah menjelaskan, PMDN lebih banyak investasi pada sektor listrik, gas dan juga air bersih, yang memiliki nilai hingga Rp 13,3 triliun. Sementara PMA kebanyakan merupakan sektor pertambangan yang memiliki nilai 4,7 miliar dolar AS atau jika dirupiahkan sekitar Rp 56,4 triliun.dan pulau Jawa masih merupakan menjadi lokasi yang favorit.

Beliau mengatakan, nilai Investasi di Jawa dengan nilai sebesar Rp 263,3 triliun atau sekitar 56,9%. Sementara realisasi untuk di luar Jawa yaitu Rp 199,8 triliun atau sekitar 43,1%.

Untuk Investasi di pulau Jawa, paling banyak itu di Jawa Barat dengan nilai investasi hingga 6,6 miliar dolar AS atau jika dirupiahkan sekitar Rp 79,2 triliun. Franky juga mengungkapkan, untuk tahun ini, nilai dari investasi asing paling tinggi itu dari Singapura dengan nilai total hingga 5,8 miliar dolar AS.  Menurut Beliau, untuk tahun ini untuk yang pertama kalinya, Amerika terlempar dari 5 Investor besar asing yang paling banyak berinvestasi di Indonesia.

Franky juga menuturkan bahwa pihaknya akan terus berupaya agar nilai investasi ke depan terus meningkat. Dan upaya tersebut salah satunya ialah dengan menerapkan sebuah Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP), yang sudah dimulai pada 26 Januari 2015.

Industri Manufaktur Merosot

Dirjen Basis Industri Manufaktur Kementerian Perindustrian Harjanto mengutarakan, industri manufaktur telah mengalami penurunan dari tahun ke tahunnya. Hal tersebut terjadi karena masalah fundamental belum dapat terselesaikan sampai dengan saat ini.

Harjanto mengungkapkan, seperti halnya masalah fundamental, ketersediaan energi. Dalam penyediaan energi baik itu melalui energi terbarukan ataupun soal Rencana Umum Energi Nasional (RUEN) sampai sekarang masih belum bisa diselesaikan.

Dia mengungkapkan, untuk menjadi negara industri, maka pertumbuhan industri pada suatu negara harus lebih besar 20% hingga 30% dari Produk Domestik Bruto (PDB) atau pertumbuhan ekonomi. Andai target pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 5,7%, maka pertumbuhan industrinya juga harus didorong hingga mencapai 7% sampai dengan 10%.

Harjanto menilai, bahwa pertumbuhan industri yang diutamakan perlu didorong ialah industri baja dan juga industri petrokimia. Karena, menurut beliau kedua industri tersebut tahun lalu telah mengalami defisit neraca perdagangan sekitar 20 miliar dolar AS.
Menurut Harjanto, Pencapaian pertumbuhan industri yang telah dicapai belum dapat dianggap telah berhasil. Karena, target penyerapan pada tenaga kerja belum tercapai.

 

 

Sumber : kemenperin.go.id

Ralali Business Solution

Tinggalkan pesanan

Alamat email anda tidak akan disiarkan.